Minggu, 24 Mei 2009
Kasus Cukai Rokok Palsu Rugikan Rp 1 T, Anak Bos Sindikat Jadi Tersangka
SURABAYA - Kasus cukai rokok palsu sindikat Bambang Soegiharto dilaporkan telah merugikan negara sekitar Rp 1 triliun. Itulah rilis resmi yang dibeberkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jatim kemarin. Selain itu, DJBC mengungkapkan tambahan tersangka dari Surabaya. Mereka adalah David (anak Bambang) dan Ahmad Feri, karyawan Bambang.
''Bila dalam keterangan awal pekan lalu saya menyebutkan Rp 560 miliar, itu perkiraan awal dari barang bukti di gudang Slipi, Jakarta, saja. Tapi, setelah kami hitung kembali, semua ternyata Rp 1 triliun,'' beber Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi di Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jatim I kemarin.
Dalam merilis kasus cukai palsu itu, Anwar didampingi Kakanwil Bea dan Cukai Jatim I Jasman Sutedjo beserta sejumlah staf. Orang nomor satu di jajaran bea dan cukai tersebut juga mengumumkan tambahan barang bukti hasil dari pemeriksaan di tiga tempat sekaligus. Yaitu, di Jalan Jemur Andayani XI/3-5 Surabaya (rumah Bambang, Red), rumah di Jalan Jemur Andayani VII/5-7 (rumah anak Bambang, Red), dan rumah di Jalan Kutisari Utara V/19a (rumah lain milik Bambang, Red). Barang bukti yang disita di tiga tempat itu 31,5 rim atau 1.890.000 keping cukai palsu, tujuh rol hologram pita cukai, tiga senpi, dan satu unit mobil Kia Sedona bernopol L 9 EY yang belakangan diketahui milik Kombespol Ignatius Sumbodo.
Petugas bea dan cukai juga menyita dua unit mobil yang lain. Yaitu, Kia Carnival bernopol L 9 RL yang ditemukan mogok di kawasan Porong memuat tiga karton pita cukai dan Nissan Terano bernopol L 999 PA yang memuat empat karton pita cukai palsu.
Anwar kemudian menceritakan kronologi pengungkapan kasus tersebut. ''Semua berawal di wilayah kerja Kanwil Bea dan Cukai Jatim I Desember 2008,'' katanya.
Petugas saat itu juga berhasil mencegah empat kasus cukai rokok palsu. ''Tapi, saat itu tak bisa dikembangkan. Sebab, sistem yang dipakai di sindikat ini adalah sistem sel. Jadi, terputus dan sulit dilacak,'' tambahnya.
Namun, tak lama kemudian petugas mendapatkan jalan. ''Kali ini tak segera kami tangkap. Tapi, kami lakukan pengintaian,'' kata Anwar. Setelah penyelidikan agak lama, hasilnya mengarah ke sindikat besar milik Bambang Soegiharto yang lebih dikenal dengan sebutan Frans. Butuh waktu lama bagi Bea dan Cukai untuk menyusun penggerebekan tersebut.
Tak tanggung-tanggung, menilik besarnya sindikat Bambang, bea dan cukai membentuk sejumlah tim. ''Bila tiba saatnya, kami ingin langsung menggerebek secara simultan,'' tandasnya. Memang, penggerebekan yang dilakukan pada Minggu (17/5) boleh dibilang simultan.
Dimulai pada Minggu (17/5) sekitar pukul 01.00, petugas menggerebek percetakan pita cukai palsu Bambang di kawasan Palmerah. Di tempat itulah, gembong sindikat tersebut, Bambang Soegiharto, dibekuk. Selain itu, petugas menangkap seorang kolega Bambang di dunia ilegal yang berinisial H. Selain itu, petugas mengamankan AKP S, anggota polisi yang diduga membekingi sindikat cukai palsu itu.
Kendati telah menangkap gembongnya, bukan berarti petugas bea dan cukai bisa menepuk dada dulu. Sebab jaringan Bambang masih tersebar luas. ''Saat ini yang bergerak secara simultan adalah Direktorat P2 (penindakan dan penegahan) Ditjen Bea dan Cukai Pusat; Kanwil DJBC Jakarta, Jateng, dan DIY, serta Jawa Timur I dan Jawa Timur II,'' tandas Anwar.
Sindikat pita cukai palsu sebenarnya sudah berusaha diberantas selama sekitar empat tahun terakhir. Ditjen Bea dan Cukai kerap memublikasikan sitaan rokok-rokok yang beredar dengan menggunakan pita cukai palsu. Namun, yang terungkap hanya rokok-rokok berpita cukai palsu, sedangkan sang produsen masih sulit dikejar.
Anwar menjelaskan bahwa pemalsuan pita cukai yang terungkap pertengahan bulan ini melibatkan sindikat yang cukup rapi. Mereka memiliki sel jaringan produksi, pengecer, dan pembeli yang terputus. "Itulah mengapa selama ini yang kami ungkap cuma beberapa rim," kata Anwar kepada Jawa Pos.
Duga Pabrik Rokok Besar Terlibat
Tersendatnya penyidikan kasus cukai rokok palsu itu dilaporkan karena Bambang Soegiharto tidak kooperatif. ''Lebih banyak bilang tak tahu. Sering bahkan tak menjawab,'' kata Kepala Sub Penindakan Ditjen Bea dan Cukai Pusat Heru Sulastiono.
Kendati sudah berjalan seminggu, hingga tadi malam belum banyak modus sindikat tersebut yang diketahui petugas. Soal harga pita cukai palsu, misalnya. Bisa dipastikan bahwa Bambang menjual pita cukai dengan harga yang lebih murah. Tapi, seberapa murah dan berapa perbandingannya, petugas belum tahu. ''Masih mbulet dia. Sudah ditanyakan, tapi dia banyak tutup mulutnya,'' kata Heru.
Kanwil DJBC Jatim I Jasman Sutedjo juga menyatakan belum tahu banyak soal berapa harga yang dibanderol sindikat itu untuk pita cukai palsu. Padahal, awal pengungkapan kasus itu adalah temuan di Jawa Timur. ''Itu masih kewenangan pusat. Tapi, sekadar ilustrasi, pita cukai Tak Kooperatif, Bambang Tutup Mulut asli yang dibeli pabrik rokok itu sesuai dengan harga yang tertera di pita cukai tersebut,'' ujarnya.
Yang diketahui petugas, sindikat Bambang menggunakan system sel terputus. ''Bambang tak langsung menjual pita itu ke pabrik rokok. Tapi, melalui tangan kesatu, kedua, ketiga, dan seterusnya. Jadi menggunakan jalan memutar. Cuma bagaimana persisnya 'jalan memutar' itu dan siapa saja orang-orangnya, itu yang masih kami perdalam,'' kata Heru.
Soal ke mana saja pita cukai palsu tersebut dilempar kini tengah diperdalam. Menurut sebuah sumber di bea dan cukai, semua pabrik rokok yang menjadi user akan diinventarisasi terlebih dahulu, kemudian digerebek secara simultan. Sumber tersebut menuturkan bahwa sejumlah pabrik rokok besar (yang termasuk golongan I) yang menjadi user pita cukai rokok palsu itu.
''Sembilan tahun beroperasi dengan frekuensi pengiriman yang masif, sulit dipercaya bila tidak ada pabrik rokok besar yang terlibat,'' katanya. Yang memudahkan adalah regulasi pita cukai rokok itu sendiri. Sejak 2007, tiap pita cukai rokok ada nama pabriknya. Tujuannya, mencegah jual-beli pita cukai sesama pabrik rokok.
Namun, Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan belum bisa memastikan. ''Hingga kini, yang ketahuan masih pabrik rokok golongan III (golongan kecil, Red). Tapi, tak tertutup kemungkinan ada pabrik rokok golongan I yang terlibat. Namun, saya tak mau berandai-andai. Ini masih awal sekali. Lihat saja perkembangannya nanti,'' tandasnya. (ano/sof/iro)
0 komentar:
Posting Komentar