Izl4m?c_ ArtiC3L

Senin, 07 September 2009

Kemulian Allah

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi.



Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Al-Quran Surat Al-Ahzab 56. (سورة الأحزاب ).
--------------------------
"Aku tidak pernah mengharapkan sesuatu dari kalian kecuali apa yang Allah perintahkan kepada kalian untuk selalu mencintai keluargaku. Hati-hatilah! Jangan sampai kalian menemuiku di telaga surga nanti dalam keadaan membenci keluargaku, menzalimi atau bahkan membunuh mereka!"


Terusin Bacanya......

Minggu, 24 Mei 2009


Imam Khomeini (r.a) lahir pada tanggal 20 Jumada Thaniyah tahun 1321 hijriyah. Kelahirannya bertepatan dengan hari lahir Sy. Fatimah Zahra putri Nabi Muhammad SAW. Imam Khomeini yang terlahir dengan nama Ruhullah Mostafavi (Musavi) berasal dari keluarga yang dikenal dengan ketinggian ilmu, taqwa dan perjuangan melawan kezaliman. Ayah beliau, Ayatollah Sayid Mostafa Musavi gugur Shahid di tangan berandalan lokal karena pembelaannya terhadap orang-orang yang tertindas. Ketika itu, Ruhullah masih berusia lima bulan.



Sepeninggal ayahnya, Imam Khomeini hidup di bawah bimbingan ibunya (Banu Hajar) yang penyayang, bibinya (Sahebeh Khanoum) yang dikenal bertaqwa dan pemberani, serta pengasuhnya yang saleh (Nane Khavar). Sejak kanak-kanak beliau sudah mempelajari kemahiran berkuda dan menembak.

Peridoe Pertama

Masa kanak-kanak dan remaja dilewati oleh Sayid Ruhullah ketika Iran sedang mengalami gejolak besar politik dan sosial. Sejak masa itu, Ruhullah telah mengenal dari dekat kesulitan yang dialami oleh masyarakat umum. Keterlibatan keluarganya dalam membela hak-hak kaum tertindas membuatnya kelak tumbuh menjadi pejuang hakiki. Ketika masih kanak-kanak ia sering melukiskan perasaannya yang memprihatinkan kondisi masyarakat sekitar dalam corat-coret buku gambarnya. Di masa remaja, perasaan itu semakin dalam ia rasakan. Dalam salah satu bukunya yang ia tulis di masa remaja, Ruhullah yang kala itu masih berusia antara 9 dan 10 tahun menulis demikian;

Di manakah kecemburuan Islam?

Di manakah gerakan kebangsaan?

Kepada bangsa Iran Sayid Ruhullah menulis;

Wahai bangsa Iran, Iran terancam petaka

Negeri Daryush dijarah bangsa Nicholas

Tulisan itu bisa disebut sebagai statemen politik pertama yang dibuat oleh Sayid Ruhullah remaja yang kelak akan memimpin bangsa Iran, sekaligus menunjukkan perhatiannya yang besar kepada nasib negeri dan bangsanya.

Sayid Ruhullah sangat tertarik kepada tokoh-tokoh pejuang. Ketika Mirza Kucik Khan Jangali bangkit berjuang dengan mengangkat senjata, Ruhullah ikut membantu menyampaikan pidato dan membaca syair tentang Mirza Jangali. Ia juga terlibat mengumpulkan dana untuk membantu gerakan Mirza. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk bergabung dengan kelompok Jangali dan bertemu Mirza.

Pendidikan

Sayid Ruhullah Musavi (Mustafavi) memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ia berhasil menguasai berbagai cabang ilmu. Selain ilmu fiqih, ushul dan filsafat, ia juga menguasai irfan. Kedalaman ilmunya diakui oleh para gurunya sendiri. Sayid Ruhullah belajar dari sejumlah guru di kota Khomein, Arak dan Qom. Hanya dalam waktu enam tahun ia berhasil mempelajari banyak cabang ilmu sebelum akhirnya mengukuhkan diri sebagai salah seorang ulama dan pengajar di pusat ilmu Islam di kota Qom.

Pidato Resmi Pertama

Ketika masih menjadi pelajar agama di kota Arak, Sayid Ruhullah Mosavi yang kala itu berusia 19 tahun untuk pertama kalinya mendapat kesempatan secara resmi berpidato di depan umum. Pidato itu dalam acara memperingati tokoh penting Revolusi Konstitusi Mojtahed Tabatabai. Pidato yang lebih mirip dengan statemen politik itu disampaikan oleh seorang pelajar agama yang masih muda untuk mengenang jasa tokoh perjuangan Revolusi Konstitusi.

Imam Khomeini mengenai hari itu menceritakan demikian;

“…Aku diminta untuk menyampaikan khotbah di atas mimbar. Tawaran itu aku terima dengan baik. Malam itu aku tak banyak tidur, bukan karena takut berbicara di depan umum tetapi karena aku meyakini bahwa aku bakal berdiri di mimbar milik Rasulullah SAW. Karena itu aku memohon kepada Allah untuk memberikan pertolonganNya kepadaku, agar di antara semua yang ku ucapkan sejak awal hingga akhir, jangan ada kata-kata yang tidak ku yakini. Permohonan ini adalah ikrar antara aku dan Allah. Khotbahku yang pertama kali berlangsung panjang, tapi tidak ada orang yang merasa lelah…Aku mendengar suara sebagian orang yang memuji pidatoku. Terlintas di hatiku perasaan senang mendengar pujian itu. Karena itu undangan kedua dan ketiga untuk berpidato aku tolak dan selama empat tahun setelah itu aku tidak pernah naik ke mimbar dan berkhotbah.”

Periode Kedua

Periode ini dimulai ketika Sayid Ruhulah Mosavi hijrah ke kota suci Qom. Saat itu, Reza Khan Pahlevi, raja pertama dinasti Pahlevi melanjutkan kebijakannya yang anti agama. Di masa ini, Sayid Ruhullah yang sedang sibuk dengan aktivitas belajar, mengajar dan menulis buku, mulai berkenalan dengan para ulama pejuang seperti Ayatollah Haj Agha Nurullah Esfahani, Ayatollah Modarres dan sejumlah nama besar lainnya. Di masa kekuasaan Reza Khan ini tercipta kondisi yang sangat mencekik. Karena itu para ulama berjuang untuk mempertahankan dan melindungi hauzah ilmiah yang merupakan pusat pendidikan agama Islam di Qom. Bisa dikatakan bahwa perjuangan mempertahankan hauzah di zaman itu tidak kalah pentingnya dari membentuk pemerintahan Islam yang kelak terjadi tahun 1979.

Periode Ketiga

Periode ini dimulai ketika Imam Khomeini (ra) menginjak usia 40 tahun. Saat itu terjadi dua peristiwa besar, pertama berkecamuknya Perang Dunia II dan jatuhnya Iran ke tangan pendudukan asing, dan kedua larinya Reza Khan ke luar negeri dan anaknya yang bernama Mohammad Reza naik ke singgasana kekuasaan.

Melihat kondisi yang ada, Sayid Ruhullah Mosavi merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk melakukan gerakan kebangkitan demi memperbaiki kondisi negeri yang carut marut. Meski telah melakukan banyak usaha, namun kebangkitan yang diinginkan tidak terjadi. Imam Khomeini yang telah dikenal sebagai salah seorang ulama besar di Qom memiliki kecakapan yang seharusnya untuk memimpin sebuah gerakan kebangkitan rakyat. Beliau sudah merasakan 20 tahun kekuasaan Reza Khan dan memiliki wawasan politik yang luas. Pada tanggal 11 Jumada Thani tahun 1363 hijriyah atau sekitar tahun 1944 masehi, Imam Khomeini merilis sebuah statemen yang menyerukan rakyat bangkit dengan memanfaatkan kondisi yang ada. “Hari ini bertiup angin ruhani yang sejuk dan hari ini adalah hari yang paling baik untuk sebuah kebangkitan demi perbaikan. Jika kalian lewatkan kesempatan ini dan tidak bangkit demi ridha Allah serta tidak mengambalikan syiar agama ke posisinya semula, maka besok, orang-orang tak bermoral dan pengumbar Shahwat akan menguasai kalian. Mereka akan mempermainkan kehormatan kalian demi kepentingannya.” Demikian bunyi statemen itu.

Periode Keempat

Periode keempat kehidupan Imam Khomeini berbarengan dengan dua peristiwa duka. Pertama adalah wafatnya Ayatollah al-Udzma Boroujerdi pada tanggal 29 Maret 1961. Dengan wafatnya marji besar Syiah ini, dunia Islam kehilangan salah satu tokoh penting yang membentengi Islam, dan di sisi lain musuh-musuh Islam dan Iran bersuka cita atas kepergian Ayatollah Boroujerdi (ra). Peristiwa kedua adalah wafatnya Ayatollah Kashani, pejuang besar dalam melawan kekuasaan imperialisme Inggris. Nama Ayatollah Kashani cukup membuat hati penguasa Britania Raya dan musuh-musuh Islam bergetar. Wafatnya dua ulama besar ini terjadi seiring dengan dimulainya periode masuknya pengaruh Amerika Serikat (AS) di Iran.

AS gencar menekan rezim Shah Pahlevi untuk memberlakukan perubahan di semua bidang sesuai kemauan Washington. Imam Khomeini menangkap sinyal bahaya besar di balik perombakan gaya AS ini. Langkah-langkah rezim Pahlevi hanya akan membuka jalan bagi AS dan Israel untuk menguasai Iran. Imam Khomeini gencar mengingatkan semua pihak untuk menyadari bahaya dari langkah-langkah Shah. Rezim melakukan pembalasan atas gerakan Imam dengan sebuah tindakan yang brutal. Tentara dan dinas keamanan (SAVAK) tanggal 22 Maret tahun 1963, bertepatan dengan peringatan Shahadah Imam Jafar Shadiq (as), dikerahkan untuk menyerang madrasah Feiziyah di Qom, tempat Imam Khomeini mengajar. Banyak pelajar agama yang gugur Shahid dalam peristiwa itu.

Peristiwa Feiziyah semakin mendorong Imam Khomeini untuk melanjutkan gerakannya. Memperingati 40 hari gugurnya para pelajar Feiziyah, Imam Khomeini menyampaikan pidatonya yang berapi-api. Beliau mengumumkan tidak akan diam sebelum menundukkan rezim Shah. Malam harinya, Imam Khomeini ditangkap dan dijebloskan ke penjara Qasr. Pagi hari, berita penangkapan Imam Khomeini didengar oleh masyarakat luas di Tehran dan kota-kota lainnya.

Massa dalam jumlah besar berbondong-bondong memenuhi jalanan dan bergerak menuju istana Shah. Mereka berjalan dengan meneriakkan yel-yel “Khomeini atau Mati”. Dengan slogan ini mereka menuntut rezim untuk membebaskan ulama pejuang ini. Rezim pun melakukan tindakan brutal dengan membantai para demonstran. Korban pun berjatuhan.

Kepemimpinan Imam Khomeini dalam gerakan melawan Shah nampaknya reda ketika rezim mengasingkan beliau ke Turki lalu Irak. Namun aktivitas perjuangan Imam Khomeini tidak berhenti meski di pengasingan. Tahun 1978, putra tertua Imam Khomeini bernama Ayatollah Sayid Mostafa Khomeini dalam sebuah peristiwa mencurigakan didapatkan terbujur kaku di kamarnya. Banyak bukti yang mengarah kepada keterlibatan SAVAK dalam pembunuhan Ayatollah Mustafa yang selalu menyertai ayahnya dalam setiap langkah.

Shahidnya Ayatollah Mostafa Khomeini kembali menyulut gelora perjuangan yang selama ini dilakukan di bawah tanah. Gelora itu kian membara setelah koran Ettelaat memuat tulisan artikel yang menghujat Imam Khomeini dan kalangan ulama secara umum. Masyarakat Muslim menggelar aksi demo dan memprotes kekurangajaran koran Ettelaat. Aksi demo itu berujung pada peristiwa pembantaian yang dilakukan tentara terhadap warga kota Qom. Gerakan kebangkitan rakyat silih berganti terjadi di beberapa kota penting, Qom, Tabriz, Isfahan, Yazd, Shiraz dan kota-kota lainnya. Puncak politik tangan besi rezim Shah terjadi pada peristiwa yang dikenal dengan nama peristiwa 17 Shahrivar 1357.

Shah Mohammad Reza Pahlevi yang menyaksikan kondisi Iran sudah tidak memungkinkan baginya untuk menetap lebih lama, segera angkat kaki meninggalkan Iran dan singgasananya. Dengan larinya Shah, Imam Khomeini yang saat itu berada di Paris memutuskan untuk kembali ke Iran. Jutaan warga menyambut kedatangan Imam Khomeini. Tiba di Tehran, Imam langsung menuju Behesht-e Zahra, taman makam para pahlawan perjuangan melawan rezim Shah. Di sana beliau menyampaikan pidatonya yang bersejarah. Imam menyatakan bahwa kekuasaan yang ada saat ini tidak legal.

Tiba tanggal 1 Februari 1979, Imam Khomeini segera memimpin langsung perjuangan rakyat Iran menumbangkan kekuasaan despotik Shah Pahlevi yang sudah di ujung tanduk. Tanggal 10 Februari, PM Shapour Bakhtiar mengeluarkan undang-undang darurat militer dan jam malam. Imam dalam sebuah amaran singkatnya menyebut jam malam tidak legal. Selama 24 jam terjadi bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara yang masih setia kepada rezim Shah.

Pagi hari tanggal 11 Februari 1979, dengan kaburnya Bakhtiar ke luar negeri, kekuasaan Shah Pahlevi berakhir. Sebagai gantinya berdiri pemerintahan baru dengan sistem Republik Islam.

Sejak kemenangan revolusi Islam hingga 2 Juni 1989 (hari wafat Imam Khomeini) terjadi banyak peristiwa penting di Iran yang menunjukkan betapa Amerika Serikat (AS) memusuhi pemerintahan Islam ini. Kelompok pemberontak sayap kanan atau kiri di Iran yang berusaha menumbangkan pemerintahan Islam didukung secara penuh, baik secara politik maupun financial, oleh Barat dan Timur. Adi daya dunia pun mendorong Saddam Hossein, dikatator Irak untuk menyerang Iran. Perang pun meletus dan berlangsung selama delapan tahun.

Berbagai makar dan tipu daya dalam skala besar dilakukan oleh adi daya Barat dan Timur untuk menggulung pemerintahan Islam di Iran. Namun berkat pertolongan Allah dan di bawah kepemimpinan Imam Khomeini, semua tipu daya itu dapat digagalkan dan pemerintahan Islam di Iran tetap berdiri dengan tegaknya.

Tanggal 2 Juni 1989, Imam Khomeini memenuhi panggilan Tuhannya. Rakyat Iran tenggelam dalam duka. Rasa duka juga dirasakan oleh jutaan pencinta Imam Khomeini di seluruh dunia. Imam Khomeini, sang Pemimpin Besar Revolusi Islam telah tiada, namun rakyat Iran tetap teguh memperjuangkan cita-citanya. Salam bagi Imam Khomeini (ra)

Terusin Bacanya......

Izl4m?c_ ArtiC3L



Sebuah Keniscayaan

Bicara tentang kekasih, identik dengan berbicara tentang cinta. Sesuatu yang dicintai dan dikasihi, dimakhlumi sebagai kekasih. Nabiyullah Ibrahim mendapat julukan Kholilullah (Kekasih Allah), artinya beliau mendapatkan cinta dan kasih sayang-Nya. Cinta yang hakiki-murni-sejati adalah cinta pada Dia, Dzat Maha Suci yang secara realitas telah memberi segala yang kita rasakan sekarang. Cinta hakiki adalah cinta pada dzat yang mencintai kita.



Betapa tidak, hanya dialah yang memberikan segalanya pada kita. Tengok saja segala yang kita miliki, semuanya berasal dari Allah SWT. Semua yang kita gunakan adalah milik-Nya, lalu atas dasar kasih-Nya Dia mengijinkan kita untuk menggunakan semua itu. Hakekatnya, badan, tanah, rumah, kendaraan, kekayaan, jabatan dan segala hal yang kita gunakan bukanlah milik hakiki kita. Itu adalah milik Allah SWT yang atas cinta-Nya dibolehkan untuk kita gunakan sehingga menjadi �milik' kita didunia. Bukti konkret bahwa semua itu bukan milik hakiki kita, hanya �milik' sementara saja, adalah ketika siapapun meninggal maka semua itu tidak dibawanya. Badan hancur lebur dimakan bakteri; tanah, rumah, kendaraan, dan kekayaan tidak ikut dikubur, semuanya diwariskan. Jabatan juga hanya tinggal sebutan. Satu-satunya jabatan yang melekat adalah : MAYAT

Semua yang kita punya berasal dari Allah SWT. Saya percaya, anda pernah berpikir mengapa anda dapat membaca buku ini ? sebab, anda punya energi yang diolah dari makanan beserta indera yang dimiliki. Padahal, proses terbentuknya energi dari makanan itu melalui suatu proses metabolisme yang canggih. Siapakah yang menjadikan proses metabolisme sejak lahir dalam diri kita ? kitakah? Bukan! Allah SWT. Dengan penuh cinta memberikannya kepada kita sejak bayi. Tanpa metabolisme, kita tak berdaya apa-apa. Organ tubuh kita dengan fungsinya masing-masing, kitakah yang membuatnya? Tentu, bukan! Allah SWT. Menciptakannya untuk kita gunakan. Kita makan nasi, siapakah yang membuat padinya? Petani ? kita, tentu, akan mengatakan : �bukan, petani hanyalah menanam�. Allah SWT. Memang sengaja menciptakan padi untuk kita makan. Dia telah berjanji memberi rizki pada setiap makhluknya. Pakaian yang kita kenakan berasal dari benang, dan benang berasal dari kapas, siapakah yang menjadikan pohon kapas? Bukan siapapun melainkan Allah SWT. Setiap apapun yang kita gunakan, terang sekali ciptakan Allah SWT. Tak ada sesuatu apapun yang kita miliki dan gunakan kecuali berasal dari Allah Dzat Maha Sayang. Kita tak punya daya dan upaya tanpa Allah SWT, la hawla wa la quwwata illa billah . Semua itu merupakan wujud sifat kasih sayang Allah SWT ( Ar rahman ) yang dia berikan kepada kita.

Realitas menunujukkan tidak ada siapapun yang mencintai kita memberi segala yang kita punyai dan kita butuhkan selain Allah Pencipta kita. Kecintaan Allah SWT. Nampak begitu nyata. Bila demikian, maka sangat rasional bila saya, anda, dan siapapun ingin menjadi kekasih-Nya. Ingin menumpahkan cinta kita kepada-Nya. Kehendak menjadi kekasih Allah SWT. Dan mencurahkan kecintaan kepada-Nya sungguh merupakan keniscayaan bagi mereka yang menyadari sebagai hamba Allah Dzat Maha Pemberi.

Wujud Nyata

Wujud cinta tersebut umumnya teraplikasi setidaknya dalam tiga bentuk. Pertama, lebih mementingkan perintah kekasihnya dari pada perintah yang lain; kedua, lebih mementingkan pertemuan dengan kekasihnya dibanding dengan yang lain; dan ketiga, lebih mementingkan mendapat keridhoan kekasihnya dari pada mendapatkan keridhoan yang lainnya. Karenanya, untuk mengecek apakah kita sudah menjadikan Allah SWT sebagai kekasih sejati atau belum mestinya kita mengecek sudahkah kita selalu taat pada perintah-Nya ? sudahkah selalu ingin bertemu dengan-Nya dalam peribadatan? Sudahkah mengharapkan keridhoan hanya dari-Nya? Kepada hukum Allah ataukah hukum thaghut? Jika jawabannya belum, maka tidak salah bila saat ini nurani anda bergumam: �hipokrit engkau wahai jiwaku!� sekalipun demikian, sampai sekarangpun belum terlambat untuk menjadikan-Nya al-Mahbub (yang dicintai). Yakinlah, kita dapat menjadi kekasih-Nya hingga nama kita senantiasa disebut-sebut di kalangan para malaikat.

Satu hal yang penting dicatat, tidak mungkin Allah SWT menyayangi dan mengasihi kita dalam keridhoan-Nya bila kita sendiri tidak mencintai-Nya. Inilah kiat pertama yang mutlak dilakukan:� Jadikanlah Allah sebagai kekasih kita, niscaya kita akan menjadi kekasih-Nya�. Katakanlah:�Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.� Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . Begitu firman Allah SWT dalam surat Ali �Imron [3] ayat 31.

Seorang muslim, apalagi pengemban dakwah, sudah sepatutnyalah menjadikan cinta tertingginya untuk Allah SWT. Karena dia adalah penyebar ajaran-ajaran-Nya. Dengan demikian ia akan menjadi uswah dan qudwah bagi masyarakat obyek dakwahnya. Sulit dibayangkan seseorang mengajak orang lain untuk mencintai Allah SWT bila dia yang mengajaknya tidak menjadikan Allah SWT sebagai kekasihnya. Jadi, keimanan dan tanggung jawab ini akan mendorong setiap mukmin pengemban dakwah terus berusaha untuk mencintai sekaligus dicintai oleh Allah. Demikian pula muslim pada umumnya.

Langkah Menjadi Kekasih-Nya

Siapapun yang men- tadabburi kalamullah, akan menemukan beberapa sifat yang harus dimiliki agar menjadi hamba yang dicintai Khaliq- nya. Beberapa karakteristik tersebut diantaranya :

1. Beriman

Adanya iman pada seseorang, merupakan syarat mutlak bagi hamba yang berhasrat dicintai Allah. Tanpa ini, jangan harap ada cinta dari-Nya. pada ayat 18 al-Fath, yang memberikan gambaran baiatur Ridwan, Allah menjelaskan hal tersebut. Seorang mukmin, terlebih-lebih para pengemban dakwah betul-betul memiliki keimanan yang mantap disertai dengan pembuktiannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia senantiasa bergetar hatinya apabila disebut nama Allah (artinya disebut ayat-ayat Allah) sebagai lambang kerinduan kepada-Nya, bahkan iapun berusaha selalu memahami ayat-ayat Allah dengan mendalam sehingga keimanannya makin bertambah setiap dibacakan ayat-ayat-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :

� Sesungguhnya orang-orang yang beriman (orang yang sempurna imannya) itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakkal.� ( Qs. Al-Anfaal [8]:2 )

penampakan keimanan yang lainnya, ia senantiasa khusyu' dalam sholatnya. Sebagaimana firman Allah SWT:

� (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya.� ( Qs. Al-Mukminuun[23] : 2 )

saat melakukan sholat, pikirannya tertuju pada makna bacaan, lidahnya membaca dan hatinya menghayati apa yang dibacanya itu. Ia dapat khusyu' seperti ini karena betul-betul meyakini akan pertemuannya dengan Allah dan ia pun yakin bahwa ia pasti akan kembali dan bertemu dengan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT :

� (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.� ( Qs. Al-Baqarah [2] : 46 )

Keimanan yang seperti ini akan juga membuahkan amal-amal yang menjauhkan diri dari perkataan yang tidak berguna. Sebagaimana firman Allah SWT:

� Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.� ( Qs. Al-Mukminuun[23]:3 )

Demikian pula ia mengeluarkan zakat, menjaga arji- nya dari berzina, selalu memegang teguh dan menyampaikan amanat, menepati janji, dan selalu menjaga sholatnya agar tidak terbengkalai. Sebagaimana firman Allah SWT :

�Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan sembahyangnya.�( Qs. Al-Mukminun [23]:4-9 )

Dalam kitab Nashooihul �Ibad, Ibnu Hajar al-Atsqolani mengutip sebuah hadist Rasulullah SAW yang berkaitan dengan tanda-tanda keimanan :

�Suatu hari Rasulullah berjumpa dengan beberapa sahabat, beliau bertanya: �Apa kabar kalian pagi ini?' mereka menjawab: �kami tetap beriman kepada Allah.' Apa tanda iman kalian?' tanyanya, mereka pun menjawab: �kami tabah menghadapi cobaan, bersyukur atas kehidupan yang enak dan kami ridho kepada ketentuan Allah SWT.' Mendengar jawaban itu beliau bersabda: �Demi Rabb penguasa ka'bah, kalian benar-benar beriman.�

2. Bertaqwa

Allah SWT berfirman :

� (Bukan demikian) sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertaqwa maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.� ( Qs. Ali Imron [3] :76 )

�Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil Haram (perjanjian Hudaibiyah) ? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.� ( Qs. At-Taubah [9]:7 )

Para ulama mendefinisikan taqwa sebagai melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, seorang pengemban dakwah akan senantiasa memaksa dan memacu dirinya untuk terikat dengan seluruh aturan Allah SWT (syariat Islam) dalam setiap keadaan apapun. Sebagaimana sabda Rasul SAW:

�Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada.� ( HR. Tirmidzi )

taqwa tidak melekat begitu saja pada seseorang. Ia lebih merupakan suatu hasil kerja terus menerus dengan amal Islami. Karenanya, taqwa perlu dibina, disuburkan dan diistiqamahkan. Kehidupan duniawi laksana seseorang yang mengendarai kuda. Bila lalai mengatur kendalinya, tak tahu kuda lari kemana dan kita bernasib bagaimana. Yang jelas kita akan tersesat dalam kondisi sesesat-sesatnya. Dalam hidup di dunia, taqwa itulah kendalinya.

Sayidina Utsman bin Affan ra pernah mengungkap lima hal penting sebagai wujud taqwa pada seseorang yaitu : suka bergaul dengan orang yang baik dalam agamanya serta dapat mengekang nafsu syahwat dan lisannya; bila ditimpah musibah keduniaan yang besar dia menganggapnya sebagai ujian; bila ditimpah urusan kecil mengenai keagamaan dia merasa untung karenanya; tidak menjejali perutnya walaupun dengan makanan yang halal karena takut tercampur dengan barang haram; dan pada pandangannya orang lain sudah berhasil membersihkan dirinya sedangkan dirinya merasa masih kotor.�

3. Berbuat Ihsan

Al Fadhil Ibn �Iyadh berkata : �Sesungguhnya sesuatu perbuatan apabila benar tetapi tidak ikhlas maka amal itu tidak diterima. Demikian pula apabila dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar (showab) maka amal itupun tidak diterima, jadi harus ikhlas dan benar. Ikhlas artinya hanya karena Allah, dan benar artinya sesuai dengan sunnah Rasul Allah SAW.

Dengan demikian dengan dua syarat tadi mudahlah mengukur amal kita, termasuk amal yang ihsan (baik) atau tidak

Berkaitan dengan seruan berbuat baik, Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya :

�Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat baik.� ( Qs. Al-Baqarah [2]: 195 )

�Menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.� ( Qs. Ali Imron [3] : 134 )

Selain itu, disaat melakukan suatu perbuatan tujuannya harus betul-betul dalam rangka beribadah kepada Allah SWT; dengan seakan-akan kita melihat-Nya dan apabila kita tidak dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kita. Inilah definisi ihsan dalam beribadah menurut Rasul SAW yang tercantum dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim. Apabila kita sudah bersikap seperti ini (ihsan) niscaya dalam setiap melakukan perbuatan akan selalu ikhlas dan benar.

Banyak sekali amal kebaikan yang dapat dilakukan, baik yang berhubungan dengan Allah seperti sholat, membaca Al qur'an, shaum, berhubungan dengan diri sendiri seperti berakhlakul karimah, berpakaian rapi, menjaga diri dari makanan haram, ataupun berhubungan dengan sesama manusia dalam bermuamalah dan uqubat.

Jangan sekali-kali menganggap remeh suatu amal kebaikan. Sekecil apapun lakukanlah perbuatan baik tersebut, tinggalkanlah perbuatan dosa. Ingat pula, jangan menunda-nunda amal ! Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata: � jika engkau di waktu sore janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau di waktu pagi janganlah engkau menunggu sore. Pergunakanlah sehatmu untuk beramal sebelum sakit, dan pergunakanlah hidupmu sebelum mati.�

Sementar itu, Khalifah Ali Karamaallahu Wajhah berpesan ; � jadilah kamu sebaik-baik manusia disisi Allah dan anggaplah kamu sejelek-jelek manusia menurut dirimu sendiri dan jadilah kamu orang yang berguna di Masyarakat.�

4. Selalu Sabar

Seperti halnya dalam kehidupan yang lain, dalam medan da'wah pun tidak luput dari tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan. Semua itu pada hakekatnya merupakan ujian. Maka sabar merupakan pakaian para pengemban dakwah dimanapun berada dan kondisi apapun yang tengah dihadapinya. Sabar tidaklah harus berarti berdiam diri melainkan harus berusaha juga sekuat tenaga untuk menghadapinya. Mereka yang tidak sabar termasuk orang yang merugi, ia akan cepat frustasi, marah-marah, stress, bahkan bisa jadi menyalahkan Allah SWT. Naudzu billahi min dzalik. Sabar bukanlah paket yang disediakan secara Inheren dalam penciptaan manusia. Sabar hanya akan ada pada mereka yang mengupayakannya. Anda dapat sabar ataukah tidak, terserah pilihan anda. Begitu pula saya atau dia. Bagi kita yang hendak menanam kesabaran diri ada beberapa pengalaman yang dapat dijadikan cermin untuk meraihnya upaya tersebut antara lain :

Pertama, pahamilah bahwa hidup ini adalah ujian. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan hidup dan mati itu merupakan ujian bagi seluruh hamba-Nya (Al-Muluk:2). Berbagai bentuk ujian akan senantiasa mengiringi kehidupan seorang muslim. Apakah itu berupa ketakutan, rasa lapar, dan kekurangan harta (Al-Baqarah:155) namun ada juga berupa perkara yang baik-baik (Al-Anfal:17). Ujian akan berakhir dengan tibanya ajal. Siapa yang siap hidup harus siap menghadapi ujian.

Kedua, sadarilah bahwa seluruh ujian yang ada, sekaligus sebagai pengecek kekuatan iman seseorang (Al-Ankabut:2). Semakin kuat keimanan seseorang maka semakin banyak dan berat juga ujian hidup yang akan dialaminya. Justru, bagi seorang muslim yang mengaku beriman tetapi belum pernah diuji, mestinya bertanya pada dirinya sudah sejauh manakah kadar keimanannya. Ada seorang teman pernah ketakutan, �saya mah justru tidak akan tebal iman dan banyak taat, sebab nanti akan banyak ujian. Saya takut tidak tahan, saya tidak akan sabar menghadapi ujian, apalagi makin tinggi iman maka ujian pun semakin sulit,� ungkapnya kepada saya. Saat itu saya tidak banyak memberikan komentar. Saya hanya bercerita kepadanya. Dulu, ada orang yang mengatakan kepada saya saat masih SD bahwa ujian di SMP itu sulit. Kesulitannya jauh dibandingkan dengan ujian SD, demikian pula ujian SMU. Wah, sulit sekali, tambahnya, kesulitannya tidak bisa dibayangkan oleh tingkatan SD. Apalagi di Perguruan tinggi. �Wah, apalagi pada waktu sidang skripsi. Susah bukan main. Mana dosennya sering kali sulit ditemui, lagi�. Dan, kelak bila melanjutkan S2 lebih sulit Lagi. Bagaimana sikap anda terhadap cerita ini ? saya percaya, kita tidak akan menyimpulkan:�Wah, dari pada mendapat ujian sulit lebih baik sekolah cukup sampai SD saja. Tidak perlu SMP, apalagi SMU atau sarjana.� Benar, makin tinggi tngkat pendidikan, makin sukar ujian. Tapi, buktinya, toh tetap juga dapat dilalui dengan baik. Persoalan ujian yang berkolerasi erat dengan keimanan pun demikian. Semakin tinggi keimanan seseorang, akan semakin deras ujiannya, dan yakinlah, dia akan semakin memiliki kemampuan dan kesabaran untuk mengunggulinya seiring dengan meningginya keimanan dan ketaatan.

Ketiga, sabar itu merupakan salah satu tanda keberhasilan (Al-Imron:200). Betapa banyak kaum terdahulu yang terbinasa karena ketidak sabarannya. Orang yang tidak sabar akan suatu perkara sebenarnya telah kehilangan kesempatan untuk mengungguli perkara tersebut.

Keempat, sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang sabar (Al-Imron:146)

Memang kesabaran bukanlah perkara yang mudah. Sebab, kesabaran memerlukan ketulusan dan kesungguhan tingkat tinggi. Agar berhasil memilikinya, biasakanlah dan perbanyaklah do'a: artinya � Ya Rabb kami, curahkanlah kesabaran kepada kami, dan matikanlah kami dalam keadaan muslim.� ( Qs. AL-A'raf:222 )

5. Tawakkal

Satu ciri lain orang yang dicintai Allah SWT adalah orang yang tawakkal. Kaum mukminin di perintahkan untuk menyerahkan segala urusannya (tawakkal) hanya kepada Allah SWT (Ali-Imron:122; Al-Maidah:11). Sebelum melakukan segala sesuatu, kita harus menyerahkan segala macam urusan kita kepada Allah SWT. Jadi bukan berusaha lalu bertawakkal kepada Allah SWT dalam setiap urusan jauh-jauh sebelumnya baru berusaha menghadapi sekuat tenaga

6. Mencintai Allah SWT

Agar kita dicintai Allah SWT, kita harus mencintai-Nya. Wujud cinta kepada Allah adalah cinta kepada sesama muslim dan keras kepada orang kafir (bukan sebaliknya), siap berjihad, dan tidak takut terhadap selaan orang yang mencela. Demikian disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 54. mencintai Allah SWT dilakukan dengan cara mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW dalam segala peri kehidupannya (Ali-Imron:31). Lembut terhadap sesama muslim dilakukan dengan cara mencintai mereka sebagaimana mencintai diri kita sendiri, tidak menyakitinya, tidak mendzaliminya, tidak mengganggu hartanya dan memelihara kehormatannya, sedangkan keras terhadap orang kafir, terutama dalam hal-hal yang menyangkut hukum islam. Tidak ada toleransi dalam beragama, yang ada kerukunan antar umat umat beragama dibawah nauangan kehidupan Islam, dimana Islamlah yang berkuasa dibumi ini. Adapun jihad merupakan perang untuk meninggikan kalimat Allah SWT. Seorang pengemban dakwah harus merelakan dirinya untuk mati fi sabilillah karena diri orang mukmin telah dibeli oleh Allah SWT (At-Taubah:111). Demikian pula sang istri harus ridho melepas suami dan anak-anaknya kemedan pertempuran demi tegaknya dinul Islam saat kaum imperalis menggunakan senjata untuk memporakporandakan Islam, umat dan negeri-negerinya. Selain itu, Pengemban da'wah harus tahan terhadap celaan yang dilontarkan kepadanya karena celaan itu sebenarnya muncul dari orang-orang yang tidak suka kepada Islam

7. Bertaubat, membersihkan diri dan jiwa

Taubat harus menjadikan kebiasaan sehari-hari (At-Taubah:112) suatu kebahagiaan bila kita terbiasa taubat seperti terbiasanya sarapan. Taubat pun bukan hanya sesaat melainkan harus dilakukan dengan benar-benar sehingga menjadi taubatan nasuha (At-Tahrim:8). Setidaknya, agar terwujud taubatan nasuha, seorang Muslim harus menyesali perbuatan dosanya, memohon ampunan kepada Allah SWT dan berniat sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya. Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, dalam Minhajul �Abidin menjelaskan bahwa pembersihan dosa seseorang, tergantung kepada jenis dosa tersebut. Pertama, bila kesalahan tersebut karena kelalaian atas kewajiban dari Allah SWT, maka ia harus beristighfar dan berusaha mengqada segala kelalaiannya itu. Kedua, bila dosa itu terhadap sesama manusia, maka ia harus berusaha sekuat tenaga untuk meminta kemanfaatan dan keridhaan orang tersebut. Ketiga, bila dosa tersebut karena kedzaliman diri sendiri (tidak berhubungan dengan orang lain) maka ia harus memperbanyak amal shalih agar kelak, amalan buruknya akan terkalahkan banyaknya oleh amal shalehnya.

Rasulullah yang ma'sum, tidak kurang dari tujuh puluh kali sehari bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. Bagaimana dengan kita yang penuh dosa dan tidak dilindungi dari kesalahan ?

Renungan

Itulah beberapa hal yang dapat membimbing kita untuk menjadi kekasih Allah SWT. Siapapun yang telah mencurahkan cintanya kepada Allah SWT dan berhasil menjadi kekasih-Nya, niscaya hasilnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Ini adalah janji Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi SAW.

Suatu waktu Rasulullah SAW bersabda bahwasannya Allah Ta'ala berfirman :� Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku maka aku menyatakan perang kepadanya. Sesuatu yang paling kusukai dari apa yang dikerjakan oleh hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah bila ia mengerjakan oleh apa yang telah Kuwajibkan kepadanya. Seseorang itu akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan kesunatan-kesunatan sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya maka Aku merupakan pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengarnya, Aku merupakan penglihatan yang ia pergunakan untuk melihatnya, Aku merupakan tangan yang ia pergunakan untuk menyerangnya, dan Aku merupakan kaki yang ia pergunakan `untuk berjalan. Seandainya ia bermohon kepada-Ku pasti Aku akan mengabulkannya dan seandainya ia berlindung diri kepada-ku paasti aku akan melindunginya.� ( HR.Bkuhari )

Terusin Bacanya......

Izl4m?c_ ArtiC3L


CIRI-CIRI ORANG BERIMAN

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Jinn ayat 14:

... Barangsiapa menerima Islam maka sungguh-sungguh telah tepat pilihannya atas jalan yang benar.



Meskipun seseorang telah mengambil keputusan realistis memilih Islam, tidaklah serta merta ia bisa meng-klaim bahwa dirinya pasti akan masuk surga, sebagaimana klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Dimasukkannya seseorang kedalam Surga hanyalah atas rahmat Allah SWT. Para ahli surga digambarkan Allah SWT didalam surat Al-Imran ayat 107 sbb:

dan bagi mereka yang wajahnya menjadi putih bersih, merekalah yang akan berada dalam rahmat (surga) Allah, mereka itu kekal didalamnya.

Pada ayat ini kata Rahmat digunakan sebagai kata-ganti untuk Surga untuk mengingatkan kita bahwa masuknya seseorang kedalam Surga adalah karena rahmat yang terbesar dari Allah SWT.
Sungguhpun demikian, Allah SWT juga memberi petunjuk kepada kita dengan Al-Qur’an bagaimana ciri-ciri orang yang patut sebagai ahli surga. Ciri-ciri ini disebutkan didalam Surat Al-Mu’minun dan Surat Al-Ma’arij. Perhatikanlah Surat Al-Ma’arij ayat 19~21.

Pertama, Allah SWT menggambarkan sifat manusia secara umum. Allah SWT berfirman:

Sebagian besar manusia berwatak sangat tergesa-gesa (tidak sabar), ketika mereka dihadapkan pada kemalangan/kesulitan mereka berputus asa. Ketika kesulitannya telah digantikan dengan kelapangan/ nikmat mereka tidak memenuhi hak-hak orang lain dan hak-hak Allah.

Namun, diantara manusia ada juga yg tidak berperilaku sedemikian. Ada pengecualian segolongan manusia yang ciri-cirinya digambarkan dalam Surat Al-Ma’arij ayat 22~25,

Terkecuali mereka yang mendirikan sholat, dan mereka senantiasa tetap memelihara sholatnya. Dan mereka membelanjakan bagian yg telah tertentu dari hartanya bagi yang berhak; bagi para peminta-minta dan orang-orang yang papa (kehilangan harta-bendanya).

Perlu digaris-bawahi bahwa Allah SWT bisa saja hanya mengatakan bahwa mereka telah mengetahui hak-hak para fakir dan miskin. Namun, Allah SWT menegaskan bahwa mereka yang beriman menyisihkan hartanya untuk para fakir dan miskin, dengan perhitungan matematis yang tepat, dan terdefinisi berapa bagian dari hartanya yg harus dikeluarkan untuk mereka yang membutuhkan (para fakir dan miskin). Dengan kata lain, mereka selalu membayar zakat yang telah ditetapkan sebesar 2.5% (dua setengah persen). Abu Bakar Ash-Shidiq R.A. adalah yang terbaik pemahamannya mengenai makna ayat-ayat ini. Beliau mengirimkan pasukannya untuk memerangi pengingkar zakat meskipun mereka yang ingkar itu tetap mengerjakan shalat. Dikatakannya bahwa sholat seseorang tidak akan diterima Allah SWT sehingga ia melunasi zakatnya.

Karena itulah, Allah SWT hampir selalu menyebut secara bersamaan setiapkali berfirman tetang kewajiban Shalat dan Zakat didalam Al-Qur’an. Lebih lanjut, Allah SWT memberi petunjuk agar kita bersedekah/berinfaq sebagai tambahan selain membayar Zakat di berbagai ayat didalam Al-Qur’an. Surat Al-Muzammil ayat 20:

Dan dirikanlah sholat dan bayarlah Zakat, dan pinjamilah Allah SWT dengan pinjaman yang baik.

Ciri-ciri berikutnya dari orang-orang yang termasuk dalam golongan khusus ini adalah, mereka beriman atas adanya Hari Pengadilan/ Pembalasan (yaumuddin) tidak hanya diimani dengan lisan, melainkan juga dengan kesadaran untuk mempertanggung-jawabkan segala amal-perbuatan (selama hidupnya di dunia) pada hari tersebut. Sebagai contoh orang-orang yang akan diberikan catatan amal-perbuatan di tangan kanan mereka di Hari Pembalasan, akan menerangkan bahwa rahasia keberhasilan mereka itu adalah sebagaimana yang tertuang dalam ayat 20 Surat Al-Haqqah berikut ini:

Sungguh, aku yakin bahwa aku pasti menemui hisab terhadap diriku.

Perhatikan pula Surat Al-Ma’arij ayat 26~28:

Dan mereka yang membenarkan adanya Hari Pembalasan. Dan mereka takut kepada adzab/siksa Tuhan mereka. Sungguh siksa Tuhan mereka itu membuat tak seorangpun merasa aman.

Ciri-ciri berikutnya dari orang-orang mukmin yakni, mereka selalu takut terhadap adzab Allah SWT. Ketika para sahabat mendengar ayat-ayat tersebut, mereka bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, ”Ya Rasulullah (SAW), Apakah dirimu juga takut dengan Adzab Allah SWT?”. Beliaupun menjawab:”Tentu saja, bahkan akupun takut dengan adzab Allah SWT karena tak seorang pun bisa menganggap dirinya terbebas dari adzab Allah SWT.”

Karena itu, seorang muslim tidak boleh menyombongkan diri atas amaliyah keislamannya. Ia hendaknya berperilaku rendah hati dan semakin rendah hati lagi, dan semakin takut terhadap adzab Allah SWT. Selanjutnya Allah berfirman dalam surat Al-Ma’arij ayat 29~31:

Dan mereka itu menjaga kemaluan mereka. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak perempuan yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal demikian ini mereka tiada tercela. Barangsiapa yang mencari selain dari itu maka mereka itu telah melanggar batas.

Dengan demikian, maka segala bentuk pemuasan birahi/sexual selain yang disebut dalam ayat diatas berada diluar garis ketentuan Allah SWT dan samasekali tidak diperkenankan oleh Allah SWT.
Ciri-ciri mukmin yg lain, disebutkan Allah SWT dalam Surat Al-Ma’arij ayat 32 bahwa:

Mereka memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji-janjinya.

Mengkhianati amanat yang diemban dan melanggar janji tergolong dalam dosa-dosa besar. Rasullullah Muhammad SAW bersabda: “Janji adalah hutang yang harus dibayar”.
Selanjutnya, dalam Surat Al-Ma’arij ayat 33 Allah SWT berfirman:

Dan mereka itu berpegang teguh atas kesaksian (syahadat) mereka.

Ini berarti pula bahwa mereka memelihara didalam hati-sanubari, janji mereka kepada Allah SWT atas ke-Islam-an mereka. Perhatikan Surat Al-Ma’arij ayat 34,

Dan orang-orang yang memelihara (dengan sebaik-baiknya) sholat mereka.

Didalam ayat ini Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang beriman itu sangat penuh perhatian terhadap sholat mereka dan mengerjakan semuanya, yang fardhu dan yang sunnah.

Sangat menarik bahwa disini kita melihat bahwa Allah SWT mengawali penguraian ciri-ciri mukmin dari hal penegakan sholat dan mengakhiri dengan hal sholat juga. Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa sholat adalah hal yang sangat penting dalam pandangan Allah SWT, oleh karena itu pertama kali yang akan ditanyakan kepada setiap orang di Hari Pembalasan nanti adalah Sholat, jika mereka gagal dalam hal sholat maka tidak satu pun dari amalan lainnya diterima oleh Allah SWT.

Selanjutnya, didalam Al-Ma’arij ayat 35 Allah SWT menetapkan keputusan-Nya bahwa orang-orang yang memiliki ciri-ciri sebagaimana telah diuraikan diatas, akan diberi ganjaran Taman Surga. Tampak jelas disini bahwa ada banyak hal yang harus dikerjakan oleh seseorang agar dirinya menjadi calon yang layak sebagai penghuni Surga.
Sesungguhnya, jika seseorang mengerjakan secara tulus-ikhlas salah satu dari hal-hal tersebut, hal-hal yang lainnya bisa dikerjakannya secara mudah dan otomatis. Jika ia mengamalkan seluruh resep tersebut maka, atas kemurahan/kasih-sayang Allah SWT, ia masuk Surga.

Semoga Allah SWT menganugerahi kita kekuatan untuk melaksanakan kesemua ciri-ciri diatas.
Hadiah terpenting dari Allah SWT kepada umat manusia adalah disediakan-Nya petunjuk yang membimbing kita dari berbagai bentuk kegelapan kepada cahaya yang terang. Allah SWT sangat-sangat berbahagia jika kita memanfaatkan petunjuk-Nya. Sebagaimana tertuang dalam Surat Al-Ahzab ayat 43,44:

Dialah (Allah SWT) yang telah merahmatimu, dan demikian juga para malaikat-Nya (memohon untukmu), Agar Dia mengeluarkanmu dari kegelapan kepada cahaya, dan Dia adalah yang sangat penyayang kepada orang-orang beriman.

Penghormatan bagi mereka (mukminin) pada hari perjumpaan dengan-Nya adalah Salam. Dan Dia (Allah SWT) telah menyiapkan pahala yang mulia bagi mereka.

Allah SWT berfirman kepada Rasulullah SAW didalam Surat Al-Ahzab ayat 47:

Dan kabarkanlah kepada orang-orang beriman berita gembira, bahwa mereka akan mendapat karunia yang besar dari Allah.

Semoga Allah SWT memperhitungkan kita termasuk didalam golongan mereka yang akan memperoleh karunia yang besar dari-Nya. Amiin



Terusin Bacanya......